eCWbXBoqKVlcyXUNIzJr7wbcnJRa7fysuT0ds4TB
Bookmark

Orang Muda Papua Suarakan Hak dan Keadilan Iklim di Forum Global COP30 Brasil

Orang Muda Papua Suarakan Hak dan Keadilan Iklim di Forum Global COP30 Brasil - Di tengah ancaman krisis iklim yang kian nyata, suara perlawanan tidak hanya datang dari ruang-ruang pemerintahan atau meja perundingan elite dunia. Kali ini, generasi muda Papua melangkah ke panggung internasional, menuntut hak mereka didengar dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP30) yang akan digelar November 2025 di Belém, Brasil.

Salah satunya adalah Iqbal Kaplele, pemuda adat berusia 25 tahun dari Suku Sobey, Papua. Sejak kecil, ia tumbuh di wilayah adat Mamta, di tengah hijaunya hutan hujan tropis Papua yang kini kian tergerus oleh eksploitasi dan alih fungsi lahan.

Orang Muda Papua Suarakan Hak dan Keadilan Iklim di Forum Global COP30 Brasil


“Kami, orang muda, adalah kelompok yang paling merasakan dampak krisis iklim. Sayangnya, suara kami masih sering diabaikan dalam pengambilan keputusan,” tegas Iqbal, yang kini aktif sebagai pegiat lingkungan di gerakan Papua Trada Sampah.

Iqbal tidak sendiri. Bersama Vanessa Reba, aktivis muda Suku Saireri, serta 23 perwakilan muda Indonesia lainnya, mereka tergabung dalam penyusun Deklarasi Pemuda Global untuk Keadilan Iklim. Deklarasi ini merupakan hasil inisiatif organisasi asal Kolombia, Life of Pachamama, yang melibatkan lebih dari 600 pemuda dari seluruh dunia.

Baca juga:Nyobain Serum Viral OMG Peach Glowing Serum 25 Ribu-an, Kayak Gini Hasilnya...

Suara dari Timur Indonesia untuk Keadilan Iklim Dunia

Papua, dengan kekayaan alamnya, kini berada di titik kritis. Ancaman ekspansi tambang dan perkebunan besar terus menggerus hutan yang menjadi benteng terakhir iklim Indonesia—setelah Sumatra dan Kalimantan mengalami kerusakan parah.

“Papua adalah benteng terakhir Indonesia dalam melawan krisis iklim global. Apa yang terjadi di tanah kami adalah bagian dari krisis iklim dunia,” ujar Iqbal.

Bagi Vanessa, keterlibatan di COP30 adalah bentuk perjuangan untuk memastikan orang muda, khususnya dari komunitas adat dan wilayah terpencil, mendapat ruang setara dalam diskusi global.

“Deklarasi ini adalah langkah nyata agar kami tidak hanya dilihat sebagai penerima dampak, tapi sebagai bagian dari solusi,” jelas Vanessa yang juga aktif dalam pemberdayaan pemuda melalui Gerakan Malamoi.

Tuntutan Konkret di COP30 Brasil

Deklarasi yang akan disampaikan di COP30 memuat lima tuntutan utama, yaitu:

  • Partisipasi bermakna pemuda dalam pengambilan kebijakan iklim
  • Desentralisasi kebijakan berbasis wilayah
  • Akuntabilitas korporasi atas kerusakan lingkungan
  • Perlindungan terhadap pembela lingkungan muda
  • Keterbukaan informasi dan pembentukan observatorium pemuda

Iqbal juga akan membawa tiga isu besar dari Indonesia ke forum internasional itu: hak masyarakat adat, deforestasi, dan pertambangan, yang dinilainya sebagai kunci dalam penyelesaian krisis iklim nasional maupun global.

“Kami butuh komitmen nyata, termasuk disahkannya RUU Masyarakat Adat sebagai solusi konkret untuk menjaga hutan dan keberlanjutan iklim,” tegasnya.

Life of Pachamama: Mendorong Demokratisasi Ruang Iklim

Organisasi Life of Pachamama, yang memprakarsai deklarasi ini, dikenal aktif dalam memperjuangkan keadilan iklim, khususnya mendorong partisipasi pemuda dan komunitas marginal di panggung global.

Baca juga:Review Lipcream Implora X Relaxa, Aroma Permen Segar dalam Lipcream

Direktur Eksekutif Life of Pachamama, Juan David Amaya, menyebut deklarasi ini sebagai afirmasi politik, bukan sekadar simbol perlawanan.

“Ini adalah strategi nyata agar pemuda dari belahan dunia Selatan, termasuk Indonesia, turut menentukan arah tata kelola lingkungan global,” ungkapnya.

COP30 Brasil: Momentum Penting Masa Depan Iklim Dunia

COP30 akan menjadi tonggak penting dalam perundingan iklim dunia. Digelar pada 10–21 November 2025 di Belém, Brasil, konferensi ini mempertemukan para pemimpin dunia, ilmuwan, organisasi masyarakat sipil, hingga perwakilan pemuda dari berbagai negara.

Bagi Iqbal, Vanessa, dan ratusan pemuda lain, kehadiran mereka di COP30 bukan sekadar seremoni, melainkan perjuangan membawa suara komunitas adat, pemuda, dan generasi yang akan mewarisi masa depan bumi.

“Kami tidak bisa lagi diam. Dunia harus berhenti menentukan masa depan kami tanpa melibatkan kami,” tutup Iqbal.

Anda mungkin suka:Nyobain Canggihnya Laptop AI 45+ TOPS dan Vivobook S14 di Roadshow Asus Yogyakarta 2025
0

Posting Komentar